Materi Hakikat Manusia dan Pengembangannya

TUGAS DASAR-DASAR KEPENDIDIKAN
HAKIKAT MANUSIA DAN PENGEMBANGANNYA

 
Oleh : 
KELOMPOK 4 PFC 2019
Beta Elok Yuanata 19030184041
Aditya Rovanda Prastia 19030184044
Putri Rizqi Ramadhanti 19030184086


PENGEMBANGAN DIMENSI HAKIKAT MANUSIA
Seperti telah berulang kali dikatakan, sasaran pendidikan adalah manusia sehingga dengan sendirinya pengembangan dimensi hakikat manusia menjadi tugas pendidikan. Manusia lahir telah dikarunia dimensi hakikat manusia tetapi masih dalam wujud potensi, belum teraktualisasi menjadi wujud kenyataan atau “aktualisasi” dari kondisi “potensi” menjadi wujud aktualisasi terdapat tantangan proses yang mengandung pendidikan untuk berperan dalam memberikan jasanya. Seseorang yang dilahirkan dengan bakat seni misalnya, memerlukan pendidikan untuk diproses menjadi seniman. Setiap manusia lahir dikarunia “naluri” yaitu dorongan-dorongan yang alami (dorongan makan, seks, mempertahankan diri, dan lain-lain). Jika seandainya manusia dapat hidup hanya dengan naluri maka tidak berbeda dengan hewan. Hanya melalui pendidikan, status hewan itu dapat diubah ke arah status manusiawi.
Tentang pengembangan dimensi-dimensi manusia melalui pendidikan, Immanuel Kant menyatakan bahwa manusia hanya dapat menjadi manusia melalui pendidikan. Melalui pendidikan diharapkan potensi-potensi yang ada pada peserta didik (manusia) akan tumbuh dan berkembang secara optimal. Untuk ini harus diyakini dasar pemikiran filosofis yang dikemukakan oleh Langeveld bahwa:
1. Manusia itu pada hakekatnya adalah animal aducable yaitu sebagai makhluk yang dapat dididik. Keyakinan ini dapat menimbulkan optimisme bahwa bagaimanapun sulitnya manusia dapat dididik, sehingga tidak mudah putus asa untuk mencari upaya melaksanakan tugas mendidik.
2. Manusia adalah animal adudandum artinya manusia pada hakekatnya dididik. Berarti pendidikan itu memang sebagai keharusan bagi manusia agar menjadi manusia yang layak.
3. Manusia sebagai homo aducandus artinya manusia itu disamping dapat dan harus dididik juga harus mendidik diri sendiri. Berarti melakukan kegiatan mendidik adalah hakekatnya sendiri yang memang harus dapat mendidik.



Meskipun pendidikan itu pada dasarnya baik tetapi dalam pelaksaannya mungkin saja bisa terjadi kesalahan-kesalahan yang lazimnya disebut salah didik. Hal demikian bisa terjadi karena pendidik itu adalah manusia biasa, yang tidak luput dari kelemahan-kelemahan. Sehubungan dengan itu ada dua kemungkian yang bisa terjadi, yaitu:
1. Pengembangan yang utuh, dan
2. Pengembangan tidak utuh.

 1. Pengembangan yang Utuh 
Tingkat keutuhan perkembangan dimensi hakikat manusia ditentukan oleh dua faktor, yaitu kualitas dimensi hakikat manusia itu sendiri secara potensial dan kualias pendidikan yang disediakan untuk memberikan pelayanan atas perkembangannya. Meskipun ada tendensi pandangan modern yang lebih cenderung memberikan tekanan lebih pada pengaruh faktor lingkungan. Optimisme ini timbul berkat pengaruh faktor lingkungan. Optimisme ini timbul berkat pengaruh perkembangan iptek yang sangat pesat yang memberikan dampak kepada peningkatan perekayasaan pendidikan melalui teknologi pendidikan.
Namun demikian kualitas dari hasil pendidikan sebenarnya harus dipulangkan kembali kepada peserta didik itu sendiri itu sendiri sebagai subjek sasaran pendidikan. Pendidikan yang berhasil adalah pendidikan yang sanggup menghantar subjek didik menjadi seperti dirinya sendiri selaku anggota masyarakat.
Selanjutnya pengembangan yang utuh dapat dilihat dari berbagai segi yaitu:        wujud dimensi dan arahnya.
a. Dari Wujud Dimensinya.
Keutuhan terjadi antara aspek jasmani dan rohani, antara dimensi keindividualan, kesosialan, kesusilaan, dan keberagamaan, antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Pengembangan aspek jasmaniah dan rohaniah dikatakan utuh jika keduanya mendapat pelayanan secara seimbang. Meskipun diakui bahwa nilai manusia akhirnya ditentukan oleh kualitas berkembangnya namun aspek rohaninya seperti pandai, berwawasan luas, berpendirian teguh tetapi bertenggang rasa atau dinamis, kreatif tanpa terlalu memandang bagaimana kondisi fisiknya tidak boleh diabaikan. Karena gangguan fisik dapat berdampak pada kesempurnaan perkembangan rohaniah.



Pengembangan dimensi keindividualan, kesosialan, kesusialan dan keberagaman dikatakan utuh jika semua dimensi tersebut mendapat layanan dengan baik, tidak terjadi pengabaian terhadap salah satunya. Dalam hal ini pengembangan dimensi keberagaman menjadi tumpuan dari ketiga dimensi keberagaman menjadi tumpuan dari ketiga dimensi yang disebut terdahulu. Pengembangan dominan kognitif, afektif, dan psikomotor dikatakan utuh jika ketiga-tiganya mendapat pelayanan yang berimbang. Pengutamaan domain kognitif dengan mengabaikan pengembangan domain afektif, misalnya seperti yang terjadi pada kebanyakan sistem persekolahan dewasa ini hanya akan menciptakan orang-orang pintar yang tidak berakhlak. 

b. Dari arah Pengembangan
Keutuhan pengembangan dimensi hakekat manusia dapat diarahkan kepada pengembangan dimensi keindividualan, kesosialan, kesusilaan dan keberagaman secara terpadu. Keempat dimensi tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Jika dianalisis satu persatu gambarannya sebagai berikut: pengembangan yang sehat terhadap dimensi keindividualan memberi peluang pada seseorang untuk mengadakan eksplorasi terhadap potensi-potensi yang ada pada dirinya, baik kelebihannya maupun kekurangannya. Segi positif yang ada ditingkatkan dan yang negatif di hambat. Pengembangan yang berarah konsentris ini bermakna memperbaiki diri atau meningkatkan martabat aku yang sekaligus juga membuka jalan ke arah bertemunya suatu pribadi dengan pribadi yang lain secara selaras tanpa mengganggu ekonomi masing-masing.
Pengembangan yang sehat terhadap dimensi kesosialan yang lazim disebut pengembangan sosial diantara sesama manusia dan antara manusia dengan lingkungan fisik yang berarti memelihara kelestarian lingkungan di samping mengeksploitasinya. Pengembangan dimensi keindividualan serentak dengan kesosialan berarti membangun terwujudnya hakekat manusia sebagai makhluk monodualis. Pengembangan yang sehat dari dimensi kesusilaan akan menopang pengembangan dan pertemuan dimensi keindividualan dan kesosialaan. Hal ini menjadi jelas jika terjadi keadaan yang sebaliknya. Bukankah tidak adanya kesusilaan akan memisahkan hubungan antar manusia? Pengembangan yang sehat terhadap dimensi keberagamaan akan memberikaan landasan dan arah pengembangan dimensi keindividualan, kesosialan, dan kesusilaan. 


Pengembangan domain kognitif, efektif, dan psikomotor disamping keselarasannya perimbangan antara ketiganya juga perlu diperhatikan arahnya. Yang dimaksud  adalah arah pengembangan dari jenjang yang rendah ke jenjang yang lebih tinggi. Pengembangan ini disebut pengembangan vertikal. Sebagai contoh pengembangan domain kognitif dari kemampuan mengetahui, memahami, dan seterusnya sampai kepada kemampuan mengevaluasi. Pengembangan yang berarah vertikal ini penting, demi ketinggian martabat manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan.
.2. Pengembangan yang tidak utuh
Pengembangan yang tidak utuh terhadap dimensi hakikat manusia akan terjadi di dalam proses pengembangan ada unsur hakikat manusia yang terabaikan untuk ditangani misalnya dimensi kesosialan didominasi oleh pengembangan dimensi keindividualan ataupun afektif didominasi oleh pengembangan domain kognitif. Demikian pula secara vertikal ada domain tingkah laku yang terabaikan penanganannya.
Pengembangan yang tidak utuh berakibat terbentuknya kepribadian yang tidak lengkap dan tidak mantap. Pengembangan semacam ini merupakan pengembangan yang patologis.  
.
Sosok Manusia Seutuhnya
Pendidikan manusia seutuhnya, pada dasarnya merupakan tujuan yang hendak dicapai dalam konsep value education atau general education yakni: 
1. Manusia yang memiliki wawasan menyeluruh tentang segala aspek kehidupan, serta 
2. Memiliki kepribadian yang utuh. 
Istilah menyeluruh dan utuh merupakan dua terminologi yang memerlukan isi dan bentuk yang disesuaikan dengan konteks sosial budaya dan keyakinan suatu bangsa yang dalam bahasa lain pendidikan yang dapat melahirkan: 
a. Pribadi yang dapat bertaqarrub kepada Allah dengan benar, dan
b. Layak hidup sebagai manusia.
Untuk dapat menghasilkan manusia yang utuh, diperlukan suri tauladan bersama antar keluarga, masyarakat, dan guru di sekolah sebagai wakil pemerintah. Patut diingat bahwa pembentukan jati diri manusia utuh berada pada tataran afeksi, dan pembelajarannya dunia afeksi hanya akan berhasil apabila dilakukan melalui metode pelakonan, pembiasaan, dan suri tauladan dari orang dewasa. Manusia Indonesia seutuhnya dirumuskan di dalam UU Pendidikan. Dinyatakan bahwa pembangunan dilakukan di dalam rangka manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya. Hal ini benar bahwa pembangunan itu tidak hanya mengejar kemajuan lahiriah, seperti pendidikan, rasa aman, bebas mengeluarkan pendapat yang bertanggung jawab, atau rasa keadilan, melainkan keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara keduanya. Selanjutnya juga diartikan bahwa pembangunan itu merata di seluruh tanah air, bukan hanya untuk golongan atau sebagian dari masyarakat. Juga diartikan sebagai keselarasan hubungan antara manusia dan tuhannya, antara sesama manusia, anatara manusia dengan lingkungan alam sekitarnya, keselarasan hubungan antara bangsa-bangsa dan juga keselaraan antara cita-cita hidup di dunia dengan kebahagian di akhirat. Selanjutnya proses pendidikan manusia seutuhnya dapat diilustrasikan dalam bagan seperti berikut. 



Ilustrasi Bagan Proses Pendidikan Manusia Seutuhnya



Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel