PEMANFAATAN DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia)


  LAPORAN PENELITIAN
chemistry innovation project universitas indonesia 2018

PEMANFAATAN DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia) SEBAGAI DABITAWET (DAUN BINAHONG TAHU AWET) UNTUK PENGAWET ALAMI TAHU




Garuda Nusantara Putra Utomo1,Fajriatul Mufarriha Sunni2 , Putri Oktavia Zudar  3
SMA Negeri 1 Lamongan
E-mail: sorghumfoam@gmail.com
ABSTRAK
Tahu merupakan salah satu makanan tradisional yang populer karena ekonomis, bentuknya sederhana dan mempunyai kandungan gizi yang tinggi (Margono, 1993). Agar awet, seringkali pengawet formalin ditambahkan ke dalam tahu (Koswara, 2011). Padahal di Indonesia, banyak tumbuh-tumbuhan yang bisa dimanfaatkan untuk mengawetkan tahu seperti daun binahong. Menurut Tshikalange et al., (2005) ekstrak air akar binahong dengan dosis 50 mg/ml memiliki daya hambat terhadap bakteri Gram-positif serta bakteri Gram-negatif pada dosis 60 mg/ml, tetapi tidak pada bakteri B.sereus. Berdasarkan faktafakta tersebut, peneliti membuat penelitian dengan judul, “Pemanfaatan Daun Binahong (Anredera cordifolia) sebagai DABITAWET (Daun Binahong Tahu Awet) untuk Pengawet Alami Tahu”. Tujuan penelitian ini adalah: 1) Untuk mengetahui DABITAWET (Daun Binahong Tahu Awet) dapat digunakan untuk pengawet alami tahu; 2) Untuk mengetahui konsentrasi daun binahong terbaik untuk DABITAWET (Daun Binahong Tahu Awet); Metode penelitian ini adalah literatur dan eksperimen. Dalam pelaksanaan eksperimen, peneliti membuat 6 jenis dengan berbagai konsentrasi daun binahong yaitu DABITAWET A: 50%, DABITAWET B: 45%, DABITAWET C: 40%, DABITAWET D: 35%, DABITAWET E dengan: 30%, dan DABITAWET F: 25%. Kesimpulan pada penelitian ini adalah: 1) DABITAWET (Daun Binahong Tahu Awet) dapat digunakan untuk pengawet alami tahu; 2) Konsentrasi daun binahong terbaik untuk DABITAWET (Daun Binahong Tahu Awet) adalah 50%.
Kata kunci : DABITAWET (Daun Binahong Tahu Awet).
I.   PENDAHULUAN
            Indonesia sebagai negara tropis memiliki potensi besar untuk memproduksi makanan berprotein. Salah satu sumber bahan pangan yang banyak mengandung protein potensial tinggi ialah tahu. Tetapi jika diinginkan meningkatkan produksi tahu perlu pula dikembangkan teknologi pengawetannya. Hal ini perlu agar tahu dapat dibawa ketempat-tempat konsumen yang jauh dari sumber produksi.
Tahu merupakan salah satu makanan tradisional yang populer karena ekonomis, bentuknya sederhana dan mempunyai kandungan gizi yang tinggi (Margono, 1993). Tingginya kandungan air dan protein pada tahu yaitu masing-masing 86% dan 8-12% menyebabkan tahu bersifat mudah rusak (busuk). Daya tahan tahu pada suhu kamar rata-rata 1-2 hari. Jika lebih dari batas tersebut, rasanya menjadi asam lalu berangsur-angsur menjadi busuk sehingga tidak layak dikonsumsi lagi. Komposisi tersebut menyebabkan tahu menjadi media yang cocok untuk pertumbuhan mikroorganisme pembusuk, terutama bakteri (Margono, 1993).
Untuk menjaga kualitas tahu dari serangan bakteri pembusuk dan memberikan tekstur tahu yang kenyal, para produsen tahu sering menambahkan bahan pengawet saat proses pengolahan. Bahan pengawet yang sering digunakan oleh produsen tahu umumnya ialah pengawet yang dilarang penggunaannya seperti foramalin (Koswara, 2011). Hasil BPOM menunjukkan 97 persen dari 455 unit produsen tahu di Jabodetabek menggunakan formalin sebagai pengawet (BPOM, 2009).
Formalin sebagai salah satu bahan kimia, sampai sekarang banyak digunakan sebagai pengawet ikan, daging, ayam dan hasil olahannya. Hal ini meresahkan masyarakat karena formalin adalah bahan kimia yang berbahaya, jika digunakan untuk pangan. Formalin biasanya digunakan untuk mengawetkan mayat atau preparat lain yang digunakan untuk penelitian. 
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1168/MENKES/PER/X Tahun 1999, disebutkan larangan penggunaan formalin sebagai bahan tambahan makanan dalam makanan. Formalin merupakan zat kimia racun bila tertelan akan menyebabkan iritasi lambung, mual muntah, mulas, mimisan, kerusakan ginjal, radang paru-paru, gangguan jantung, kerusakan hati, kerusakan saraf, iritasi kulit, kebutaan, kerusakan organ reproduksi, bahkan kematian.
Adanya peningkatan taraf hidup,dan perubahan pola hidup serta peningkatan pengetahuan dan kesadaran pentingnya menjaga kesehatan telah mengubah pola pikir sebagian masyarakat untuk cenderung memilih produk pangan alami daripada produk pangan yang diawetkan dengan menggunakan bahan pengawet sintetik. Perubahan tersebut mendorong banyaknya penelitian yang dilakukan untuk mencari solusi melepaskan ketergantungan terhadap pengawet sintetik dan kembali ke alam ( back to nature ) termasuk mencari alternatif pengawet / seyawa antimikroba alami.
Indonesia merupakan pusat keanekaragaman hayati di dunia setelah Brazillia dan Tanzania. Banyak sekali tumbuh-tumbuhan yang bisa dimanfaatkan untuk mengawetkan bahan pangan. Salah satu dari keanekaragaman hayati tersebut adalah Anredera cordifolia (Ten.) Steenis yang lebih dikenal dengan nama Binahong. Tanaman binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) adalah tanaman obat potensial yang dapat mengatasi berbagai jenis penyakit. Tanaman ini berasal dari dataran Cina dengan nama asalnya adalah Dheng shan chi, dikenal dengan sebutan Madeira Vine. (Manoi, 2009)
Bagian tanaman binahong yang bermanfaat sebagai obat pada umumnya adalah rhizome, akar dan daun. Penelitian mengenai aktivitas antibakteri daun binahong dan kandungan metabolit sekundernya pernah dilakukan, bahwa dalam simplisia daun binahong terkandung senyawa
alkaloid, polifenol, dan saponin (Annisa dan nurul, 2007)
Menurut Tshikalange et al., (2005) ekstrak air akar binahong dengan dosis 50 mg/ml memiliki daya hambat terhadap bakteri Gram-positif (B.pumilus,B.subtilis dan S.aureus) serta bakteri Gram-negatif (Enterobacter cloacae, E.coli, Klebsiella pneumonia, Serratia marcescens, dan Enterobacter aerogenes) pada dosis 60 mg/ml, tetapi tidak pada bakteri B.sereus.
Rachmawati (2007) telah melakukan skrining fitokimia daun Binahong (Anredera Cordifolia (Ten ) Steenis dengan melakukan maserasi terhadap serbuk kering daun dengan menggunakan pelarut n-heksana dan metanol didapatkan kandungan kimia berupa Saponin triterpenoid, flavanoid dan minyak atsiri. Rochani (2009), melakukan ekstraksi dengan cara maserasi daun binahong dengan menggunakan pelarut petroleum eter, etil asetat dan etanol, setelah dilakukan uji tabung ditemukan kandungan alkaloid, saponin dan flavanoid, sedangkan pada Analisis secara KLT ditemukan senyawa alkaloid, saponin dan flavanoid. Setiaji (2009) telah melakukan ekstraksi pada rhizome binahong dengan pelarut etil asetat, petroleum eter, dan etanol 70% di dapatkan senyawa alkaloid, saponin flavonoid dan polifenol.
Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) ekstrak daun Binahong terhadap bakteri Staphylococcus aureus adalah pada konsentrasi 25 % yang setara dengan 250 mg/ml. Sedangkan pada bakteri Pseudomonas aeruginosa KHM pada konsentrasi 50% setara dengan 500 mg/ml. Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) ekstrak daun Binahong terhadap bakteri Staphylococcus aureus adalah pada konsentrasi 50% setara dengan 500 mg/ml, sedangkan pada bakteri Pseudomonas aeruginosa pada konsentrasi 100% setara dengan 1000 mg/ml. (Mufid K, 2010)
Berdasarkan fakta-fakta tersebut diatas, penulis akan mengadakan penelitian dengan judul, “Pemanfaatan Daun Binahong (Anredera cordifolia) sebagai DABITAWET (Daun Binahong Tahu Awet) untuk Pengawet Alami Tahu”.
II. METODE
A. Prosedur Penelitian
a.  Metode literatur digunakan untuk mencari informasi awal yang berkaitan dengan ide atau gagasan dalam pembuatan DABITAWET (Daun Binahong Tahu Awet) untuk Pengawet Alami Tahu
b. Metode eksperimen terdiri atas pengujian pH dan uji organoleptik dimana subjek diambil dari 30 panelis yang terdiri dari 15 siswa dan 15 guru yang diambil secara acak. Hasil uji organoleptik tiap panelis kemudian dirata-rata.
B. Pembuatan DABITAWET (Daun Binahong Tahu Awet) untuk Pengawet Alami Tahu  
Alat yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah :
1)    Ember kecil / mangkok ukuran sedang;
2)    Baskom;
3)    Kompor;
4)    Kertas lakmus.
Bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah :
1)   Ekstrak daun Binahong dengan konsentrasi 50%, 45%, 40%, 35%, 30% dan 25%;
2)   Tiga puluh tahu putih.

C. Langkah Kerja
1.      Menyiapkan daun binahong yang diambil dari pohon pada ruas kelima sampai kesepuluh dari ujung batang.
2.      Memasukkan daun binahong dan air ke dalam baskom dengan konsentrasi :
a.                        50 % (500mg daun binahong + 500 ml air)
b.                        45% (450 mg daun binahong + 550 ml air)
c.                        40% (400 mg daun binahong + 600 ml air)
d.                        35% (350 mg daun binahong + 650 ml air)
e.                        30% (300 mg daun binahong + 700 ml air)
f.             25% (250 mg daun binahong + 750 ml air)
3.      Merebus daun binahong dengan nyala api sedang hingga airnya tersisa setengah (± ½ jam).
4.      Mengangkat rebusan daun binahong tersebut dan diamkan hingga dingin.
5.      Menyiapkan tahu putih sebanyak 30 buah. 
6.      Menyiapkan 8 buah ember kecil atau mangkok berukuran sedang.
Masing-masing mangkok diberi label DABITAWET A, DABITAWET B, DABITAWET C, DABITAWET D, DABITAWET E, DABITAWET
F. 
7.      Memasukkan 5 buah tahu kedalam masing-masing mangkok yang telah diberi label.
8.      Mencampur tahu A dengan ekstrak daun binahong 50%, tahu B dengan ekstrak daun Binahong 45%, tahu C dengan ekstrak daun binahong 40%, tahu D dengan ekstrak daun binahong 35%, tahu E dengan ekstrak daun Binahong 30%, tahu F dengan ekstrak daun Binahong 25%.
9.      Mangkok-mangkok tersebut ditaruh dalam suhu ruangan.
10.  Mengamati perubahan yang terjadi pada tiap-tiap tahu meliputi pH, aroma, warna dan konsistensi. Pengamatan tersebut dilakukan setiap sore hari jam 16.00 WIB.
11.  Mencatat perubahan masing-masing tahu. (dalam satuan hari)
12.  Memasukkan data hasil penelitian kedalam tabel.

D.  Teknik Analisis Data
                Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Hasil

a.1 Hasil Pengujian pH

                                        Diagram 4.1 Hasil Pengujian pH
            Keterangan:
 : DABITAWET A
 : DABITAWET B
 : DABITAWET C  : DABITAWET D
 : DABITAWET E
 : DABITAWET F

a.2 Hasil Uji Organoleptik

                                                    Tabel I. Hasil Uji Organoleptik
Data uji organoleptik selama tujuh hari pengamatan
Hari ke-1
Parameter
50%
45%
40%
35%
30%
25%
Aroma 
3
3
4
4
4
4
Warna
4
4
4
4
4
4
Konsistensi
4
4
4
4
4
4
Hari Ke-2
Parameter
50%
45%
40%
35%
30%
25%
Aroma 
3
3
4
4
4
4
Warna
4
4
4
4
4
4
Konsistensi
4
4
4
4
4
3
Hari Ke-3
Parameter
50%
45%
40%
35%
30%
25%
Aroma 
3
3
4
4
4
3
Warna
3
4
4
4
4
4
Konsistensi
4
4
4
4
4
3
Hari ke-4
Parameter
50%
45%
40%
35%
30%
25%
Aroma 
3
3
4
3
3
2
Warna
3
3
4
4
4
3
Konsistensi
4
4
3
3
3
2
Hari ke-5
Parameter
50%
45%
40%
35%
30%
25%
Aroma 
3
3
3
2
3
3
Warna
3
3
3
3
3
4
Konsistensi
3
4
4
4
3
3
Hari ke-6
Parameter
50%
45%
40%
35%
30%
25%
Aroma 
3
3
2
3
3
2
Warna
3
3
3
3
2
3
Konsistensi
4
3
2
3
3
3
Hari ke-7






Parameter
50%
45%
40%
35%
30%
25%
Aroma 
3
3
2
3
3
2
Warna
3
2
3
2
2
2
Konsistensi
3
3
2
3
2
2



b. Pembahasan


Kemampuan daun binahong sebagai antibakteri didukung oleh penelitian Mufid K (2010) yang menyatakan bahwa daun binahong bersifat antibakteri. Kemampuan daun binahong dalam menghambat bakteri gram positif dan gram negatif yakni bakteri S. Aureus dan P. Aeruginosa dengan konsentrasi hambat minimum 25% - 50% dan konsentrasi butuh minimum 50%-100%.
Pengukuran derajat keasaman (pH) tahu bertujuan mengetahui perubahan nilai pH tahu selama penyimpanan. Secara umum, pola perubahan pH tahu selama tiga hari penyimpanan dengan ekstrak daun binahong dengan konsentrasi 50%, 45%, 40%, 35%, dan 30% cukup baik. Hal ini ditandai dengan perubahan pH yang masih berada pada kisaran normal yang diizinkan SNI yaitu (4,0 – 5,0) (SNI 1992). Perlakuan tahu yang masih baik dan pH berada pada kisaran SNI hingga hari ke-7 adalah perlakuan pada konsentrasi 50% (Diagram 4.1). Menurut Koswara (2006), tahu bersifat mudah rusak pada suhu ruang dengan daya tahan 1-2 hari. Pengamatan selama tujuh hari menunjukkan bahwa perlakuan ekstrak daun binahong terdapat masa simpan tahu cukup baik dalam mengawetkan tahu.
Tujuan uji organoleptik ialah mengetahui tanggapan panelis terhadap produk tahu yang diawetkan dengan ekstrak daun binahong. Ketiga parameter dinilai melalui skor 1-4. Tahu yang dianggap masih segar dan baik ialah tahu dengan standar skor warna, aroma dan konsistensi rata-rata minimal 3. Secara keseluruhan skor tersebut mewakili spesifikasi berikut :
4 = kondisi tahu sangat baik
3= kondisi tahu masih baik
2= kondisi tahu kurang baik
1= kondisi tahu tidak baik
Secara umum  perlakuan dengan variasi konsentrasi ekstrak memiliki mutu organoleptik yang masih baik hingga hari ke-4 namun mutu tahu mulai menurun sejak hari ke-5, hanya tahu yang diberi perlakuan pada konsentrasi ekstrak 50%, 45% dan 40% saja yang masih baik. Hal ini ditandai dengan tekstur tahu yang padat dan tidak berlendir namun permukaan tahu menjadi keras dan berwarna coklat akibat komponen fitokimia pada daun binahong. Perendaman tahu pada larutan formalin membuat tekstur permukaan tahu menjadi keras, beraroma formalin, dan warna tahu menjadi lebih putih daripada warna awal sebelum perlakuan.



IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

                        Kesimpulan yang didapatkan dalam penelitian ini adalah:

1. DABITAWET (Daun Binahong Tahu Awet) dapat digunakan untuk pengawet alami tahu.

2. Konsentrasi daun binahong terbaik untuk DABITAWET (Daun Binahong Tahu Awet) adalah 50%.

B. Saran

            Saran yang peneliti ajukan dalam penelitian ini adalah:
1.      Untuk penelitian selanjutnya agar ada uji antibakteri dari ekstrak daun binahong tersebut.
2.      Sebaiknya pengawetan tahu menggunakan bahan pengawet yang tidak berbahaya bagi tubuh manusia.

G. UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis. Sehingga penulis dapat menyelesaika laporan penelitian ini dengan lancar.
tepat pada waktu yang telah disediakan.
Keberhasilan penulisan karya tulis ini tidak lepas dari bantuan pihak-pihak yang terkait, karena itu penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada:
1.                  Kedua orang tua atas semua do’a, cinta, kasih sayang, dukungan, dan perjuangan yang tiada henti-hentinya.
2.                  Ibu Dra. Retno Suprijatingsih selaku Guru Pembimbing yang telah banyak membantu dalam penyusunan laporan penelitian ini.
3.                  Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan penelitian ini, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Akhirnya kepada Allah SWT jualah senantiasa penulis berharap semoga pengorbanan dan segala sesuatunya yang dengan tulus dan ikhlas telah diberikan dan penulis dapatkan selalu mendapat limpahan rahmat dan hidayah-Nya, Aamiin.
Lamongan, Maret 2018

Penulis







V. DAFTAR PUSTAKA
Ajizah, A. 2004. Sensitivitas Salmonella Typhimurium Terhadap Ekstrak Daun Psidium Guajava L. Bioscientie, VOL 1 NO.1: 31-8
Akiyama, H. F., K. Iwatsuki, T. 2001. Antibacterial Action Of Several Tennis Agains Staphylococcus aureus. Journal of Antimicrobial Chemoterapy. Vol. 48: 48791.
Annisa, N. 2007. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Air Daun Binahong (Anredera scandens (L) Mor) Terhadap Bakteri Klebsiella pneumonia Dan Bacillus substilis ATCC 6633 Beserta Skrining Fitokimia Dengan Uji Tabung. Skripsi Tidak Diterbitkan Yogyakarta : Fakultas Farmasi UGM Yogyakarta.   Anonim 2004. Garlic             (Allium            Sativum). http://.Dietsite.com/dt/alternativenutrition/Herbs?garlic/asp. (2 Juni 2011)
Cahyadi, Wisnu. 2007. Kedelai Khasiat dan Teknologi. Bumi Aksara. Jakarta. hal: 58-59
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1992. Kumpulan Perundang – undangan di Bidang Makanan. Edisi II. Ditjen POM Depkes RI. Jakarta.  hal:86-98 
Departemen Kesehatan Republik       Indonesia. 2006. Mengenal Formalin.  http://amalia07.files.wordpress.com/2008/07/mengenal-formalin.pdf (21 Mei 2011)  
Guenther, E.2006. Minyak Atsiri. Jakarta: penerbit UI. Harborne, J.B.1996. Metode Fitokimia.Bandung:Institut Teknologi Bandung. Koswara,           Sutrisno. Nilai             Gizi,    Pengawet        dan      Pengolahan             Tahu. http://www.ebookpangan.com/artikel/nilai%20gizi,%20pengolahan%20da n%20pengawetan%20tahu.pdf. (21 Mei 2011).
Louis, F.G. 2004. Saponin Glicosides .Georges luis @friedli.com,http:www.friedli.com.herbsphytochem.glycosides.html. diakses tanggal 7 Juni  2011.
Manoi, F. 2009. Binahong (Anredera cordifolia)(Ten) Steenis Sebagai Obat. Jurnal Warta Penelitian Dan Pengembangan Tanaman Industri.Volume 15 Nomor 1:3.
Mardiah; Zakaria, Fransiska Rungkat; Asydhad, Lia Amalia. 2006. Makanan anti Kanker. Kawan Pustaka. Jakarta. hal:21
Margono, Tri; Suryati, Detty; Hartinah, Sri. 1993. Buku Panduan Teknologi Pangan., Pusat Informasi wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI. Jakarta.  hal: 2-3
Markham, K.R.1998. Cara mengidentifikasi flavanoid. Bandung: penerbit ITB.
Mufid, K. 2010. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Uji Antibakteri Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa. Skripsi Diterbitkan. Malang : Fakultas MIPA UIN Malang.
Mus. 2008. Informasi Spesies Binahong Anredera cordifolia (Ten.) Steenis.  http://www.plantamor.com/spcdtail.php?recid=1387. diakses tanggal 21 Mei 2011
Nurachman, Z. 2002. Artoindonesianin Untuk Antitumor.http.www.chem-istrri. diakses pada tanggal 31 Mei 2011.
Rachmawati, S. 2007. Studi Makroskopi, Dan Skrining Fitokimia Daun Anredera Cordifolia (Ten.) Steenis. Skripsi Tidak Diterbitkan Surabaya: Faku Rochani, N. 2009.Uji Aktivitas Antijamur Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) Terhadap Candida albicans Serta Skrining Fitokimianya. Skripsi Tidak Diterbitkan. Surabaya :Fakultas Farmasi UMS Surakarta.ltas Farmasi UNAIR Surabaya.
Robinson, T. 1991.Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi, diterjemahkan oleh Prof. Dr. Kosasih Padmawinata, Penerbit ITB: Bandung.
Setiaji, A. 2009. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Petroleum Eter, Etil Asetat Dan Etanol 70% Rhizoma Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) Terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 Dan Escherichia coli ATCC 11229 Serta Skrining Fitokimianya. Skripsi Tidak Diterbitkan. Surakarta : Fakultas Farmasi UMS Surakarta.
Thomson, R.H. 1993. The Chemistri Of Natural Producst.2 Edition,chapman and hall ltd.glasgow,UK.
Uchida, S. 2003. Production of a digital map of the hazardous conditions of soil erosion for the sloping lands of West Java, Indonesia using geographic information systems (GIS). JIRCAS. Indonesia. Diakses Tanggal 31 Mei 2011.
Widianti,         Evi,      2007.   Bahan Pengawet        (Preservatives). kimia.upi.edu/utama/bahanajar/kuliah_web/2007/evi%20w/data%20penga wet .pdf (31 Mei 2011)
Wilbranam, Antony C;Matta, Michael S. 1992. Pengantar Kimia Organik dan Hayati. Institut Teknologi Bandung. Bandung. hal:97

















Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel