Materi Pendidikan Sebagai Sistem di Berbagai Negara

TUGAS DASAR-DASAR KEPENDIDIKAN
PENDIDIKAN SEBAGAI SISTEM
 



Oleh:
KELOMPOK 8 PFC 2019
Nina Fajriyah Citra 19030184043
Irma Savitri 19030184065
Inanda Aulia Rizqillah 19030184045

PENDIDIKAN SEBAGAI SISTEM

Pasal 1 UU SISDIKNAS no. 20 tahun 2003 disebutkan bahwa Sistem Pendidikan Nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Berangkat dari bunyi pasal ini dapat diketahui bahwa pendidikan adalah sistem yang merupakan suatu totalitas struktur yang terdiri dari komponen yang saling terkait dan secara bersama menuju kepada tercapainya tujuan (Soetarno, 2003: 2).
Pendidikan menggunakan sistem input-output. Adapun komponen-komponen tersebut adalah sebagai berikut.
1. Komponen tujuan yang merupakan perumusan atau perubahan tingkah laku atau kualitas manusia yang diharapkan dari peserta didik setelah proses pendidikan berlangsung.
2. Komponen peserta didik yang merupakan masukan kasar (raw input) untuk diproses atau dikembangkan potensi dasarnya agar terjadi perubahan tingkah laku seperti yang dirumuskan dalam tujuan pendidikan.
3. Komponen pendidikan, materi, metode, alat pendidikan merupakan komponen masukan instrumental bagi terlaksananya proses/kegiatan pendidikan.
4. Komponen lingkungan merupakan masukan dalam system pendidikan yang berasal dari luar. Komponen ini dapat memperngaruhi proses pendidikan, dan terdiri atas: (a) keadaan rumah tangga, (b) keadaan sosial lingkungan, (c) keadaan ekonomi lingkungan, dan (d) keadaan budaya lingkungan.
Komponen-komponen tersebut bekerja secara bersama-sama, saling terkait dan mendukung dalam mencapai tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan nasional yang dirumuskan dalam UU SISDIKNAS adalah untuk mengembangkan potensi anak didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Di samping komponen-komponen tersebut pendidikan juga meliputi aspek-aspek sistemik lainnya yaitu:

Implementasi dari aspek pendidikan isi adalah input (anak didik) sebagai obyek dalam pendidikan, sedangkan proses/trasformasi merupakan mesin yang akan mencetak anak didik sesuai yang diharapkan, dan Tujuan merupakan hasil akhir yang dicapai atau output. Perlu diketahui bahwa proses/ trasformasi dalam kerjanya dipengaruhi oleh berbagai factor, seperti fasilitas, waktu, lingkungan, sumber daya, pendidik dan sebagainya, dimana faktor tersebut sangat menentukan output. Oleh karena itu sebuah sistem pendidikan perlu melakukan penyesuaian dengan lingkungan, karena lingkungan mengandung sejumlah kendala bagi bekerjanya sistem (misalnya: keterbatasan sumber daya). Untuk itu sistem pendidikan dituntut oleh lingkungan untuk mengolah sumber daya pendidikan secara efektif dan efisien. Dengan demikian jelaslah bahwa makna pendidkan sebagai sistem adalah seluruh komponen yang ada dalam pendidikan (seperti lingkungan, masyarakat, sumber daya) dapat bekerja sama dalam mencapai tujuan pendidikan pendidikan nasional, yang dalam implementasinya dapat dilihat dari aspek-aspek sistem yaitu input-proses-output, dan hasil akhir dari output dapat memberikan umpan balik terhadap input dan proses sehingga dapat diketahui hasil akhir tujuan pendidikan.
Sistem Pendidikan juga memiliki tantangan tersendiri. Tantangan dari Sistem Pendidikan, diantaranya sebagai berikut.
1. Kemampuan untuk mengetahui pola-pola perubahan dan kecenderungan yang sedang berjalan
2. Kemampuan untuk menyusun gambar tentang dampak yang akan ditimbulkan oleh kecenderungan-kecenderungan yang sedang berjalan tadi
3. Kemampuan untuk menyusun program penyesuaian diri yang akan ditempuhnya dalam jangka waktu tertentu, misal dalam jangka waktu tertentu
PERBEDAAN SISTEM PENDIDIKAN DI INDONESIA DAN NEGARA LAIN
A. Pendidikan di Indonesia
Sistem Pendidan dikelola sacara sentralistik, berlaku diseluruh tanah air. Tujuan pendidikan, materi ajar, metode pembelajaran, buku ajar, tenaga kependidikan, baik siswa, guru maupun karyawan, mengenai persyaratan penerimaannya, jenjang kenaikan pangkatnya bahkan sampai penilaiannya diatur oleh pemerintah pusat dan berlaku untuk semua sekolah di seluruh pelosok tanah air. 
Di samping itu sistem pendidikan diselenggarakan secara diskriminatif seperti masih terdapat sekolah-sekolah atau perguruan tinggi yang dikelola oleh masyarakat. Sekolah Swasta dikelompokkan menjadi 3 kelompok: terdaftar, diakui, dan disamakan dengan sekolah Negeri. Perguruan negeri dibiayai oleh pemerintah, sedang perguruan swasta dibiayai oleh masyarakat. Hanya sebagian kecil anak bangsa yang diterima di perguruan tinggi negeri, sebagian besar mereka di perguruan tinggi swasta. Dalam posisi demikian perguruan swasta dapat ditemukan di banyak tempat. Keberadaannya besar jumlahnya, tetapi rendah dalam mutu bila dibandingkan dengan perguruan negeri, yang lebih sedikit dalam jumlah tetapi lebih tinggi dalam mutu. Karena mayoritas dana, sarana, dan perhatian pemerintah dipusatkan di perguruan negeri. 
Seiring dengan gambaran perlakuan di atas memberi kesan psikologis bahwa pendidikan adalah milik pemerintah, dan bukan milik masyarakat. Semangat jiwa pendidikan telah lepas dari jiwa masyarakat. Sekolah baik negeri maupun swasta terasa sudah tercabut dari lingkungan di dalam masyarakat. Banyak lembaga pendidikan formal dari dasar sampai dengan perguruan tinggi yang telah menjadi komunitas atau kelompok tersendiri yang lepas dari masyarakatnya. Lembaga-lembaga itu hanya mementingkan status formal seperti ijazah dan gelar. 
Sistem pendidikan berorientasi pada kepentingan dan bukan untuk kepentingan anak didik, pasar dan pengguna jasa pendidikan atau masyarakat dengan dalih bahwa strategi pendidikan nasional adalah untuk membekali generasi muda agar mampu membawa bangsa dan negeri ini cepat sejajar dengan bangsa dan Negara lain yang lebih maju. Namun dalam implikasi perkembangannya tidak diperoleh sesuai dengan apa yang dicita-citakan. Keahlian dan penguasaan IPTEK yang diperoleh sesuai menamatkan studinya berada dalam posisi dimiliki secara individual dan siap dijual melalui kontrak kerja demi uang, dan bukan menjadikan diri sebagai ilmuwan yang dipeduli dengan nilai-nilai kemanusiaan, bangsa, dan Negara. 
Seiring dengan semangat demi Negara dalam menyelenggarakan sistem pendidikan seperti tersebut diatas, maka kerja pendidikan dilaksanakan di bawah otorita kekuasaan, padahal kerja pendidikan adalah kerja akademik dalam pengelolaan lembaga-lembaga pendidikan, sekolah-sekolah dan perguruan tinggi dikenal dengan adanya eselonisasi jabatan atau kepegawaian. Misalnya dalam menyelenggarakan perguruan tinggi, rektor menempati eselon tertinggi sebaliknya ketua jurusan atau program studi berada di eselon bawah padahal hebat tidaknya suatu perguruan tinggi sangat tergantung pada kemauan dan keahlian ketua jurusan atau program studi para guru besar, doktor, dan dosen-dosen lainnya. Jadi saat ini terjadi salah urus dalam penyelenggaraan lembaga-lembaga pendidikan. Jika di dalam penyelenggaraan kantor-kantor birokrasi, ada hierarcy yang disusun berdasarkan senioritas menurut umur, masa jabatan, dan kekuasaan. Itu sebabnya, dalam kerja akademik yang ada adalah reputasi keilmuwan yang menentukan tinggi rendahnya posisi dan pentingnya seseorang. 
Sebagai akibat dari model pengelolaan sistem pendidikan tersebut, maka tidak terhindarkan bahwa pendidikan terkesan ekslusif dan elite, padahal seharus inklusif atau membaur, dan akrab dengan semua lapisan masyarakat. Ironisnya, tinggi rendahnya pendidikan yang telah dicapai tidak relevan dengan tinggi rendahnya moral. Kejahatan dalam skala besar pada umumnya justru dilakukan oleh mereka yang telah menikmati pendidikan tinggi, padahal yang diharapkan makin tinggi jenjang pendididkan yang dilampaui, makin banyak amalan baik yang diharapkan untuk masyarakat bersama. 
Mata pelajaran yang harus diikuti oleh siswa selain dirasakan terlalu padat juga tidak berkesinambungan, tidak konsisten, juga tidak sesuai dengan minat dan kebutuhan anak didik dan bahkan tidak cocok dengan kebutuhan pasar. Sulitnya mencari pekerjaan seringkali disebabkan bukan karena tidak ada pekerjaan atau sempitnya kesempatan berusaha, tetapi disebabkan karena tidak adanya kecocokan antara kemampuan yang diperoleh melalui sekolah dengan tuntutan atau syarat kerja. 
Seiring dengan uraian-uraian di atas, pelaksanaan pendidikan dilakukan dengan mentalitas proyek dan bukan dilaksanakan karena panggilan hati. Boleh jadi proyek pendidikan secara hukum atau peraturan perundangundangan telah dilaksanakan secara benar, namun tidak ada jiwa pendidikan di dalamnya.
B. Pendidikan di Malaysia
Pendidikan Malaysia Sistem pendidikan di Malaysia diatur oleh Kementerian Pendidikan Malaysia (KPM). Pendidikan formal yang ada di malaysia dimulai dari Pra-sekolah, Pendidikan Rendah, Pendidikan Menengah, Pendidikan Pra-Universiti dan Pengajian Tinggi. Pendidikan merupakan tanggungjawab pemerintah federal. Sistem pendidikan nasional meliputi pendidikan prasekolah hingga perguruan tinggi. Pada tahun 2004 pendidikan prasekolah, dasar dan menengah berada dibawah yurisdiksi Kementrian Pendidikan (the Ministry of Education). Sedangkan pendidikan tinggi merupakan tanggungjawab Kementerian Pendidikan Tinggi (the Ministry of Higher Education). Semua bentuk penyelenggaraan pendidikan didasarkan pada visi dan misi. Adapaun visi dan misi utama pemerintahan Malaysia adalah menjadikan negerinya sebagai pusat pendidikan berkualitas dan siap bersaing dangan lembaga pendidikan tinggi di negara lain seperti Singapura dan Australia.
Pada dasarnya sekolah di Malaysia dan Indonesia tidak jauh berbeda. Perbedaan yang menonjol dari pendidikan kedua negara tersebut pada nama jenjang kedua negara. Tingkatan jenjang pendidikan juga berbeda contohnya ada pada jenjang sekolah menengah dimana sekolah menengah Malaysia ditempuh dalam jenjang waktu 5 tahun sedangkan di Indonesia 6 tahun. Negara Malaysia cenderung lebih maju di bidang pendidikan karena kurikulum yang dipakai baku dan tidak sering ada pergantian kurikulum. Berbeda dengan negaraIndonesia yang sering terjadi pergantian kebijakan serta kurikulum sehingga pelaksana teknis di Indonesia lambat untuk berkembang. Alasan lain yang berpengaruh dalam kemajuan pendidikan di kedua negara adalah bekas dari negara yang berbeda. Hal ini sedikitnya mempengaruhi sistem pendidikan di kedua negara.
C. Pendidikan di Cina
Sistem pendidikan cina adalah meliputi : Pendidikan dasar (basic education), pendidikan teknik dan kejuruan (technical and vactional education), pendidikan tinggi (Higher education) dan Pendidikan orang dewasa ( adult education). Pendidikan dasar meliputi TK, SD, dan SM dengan lama pendidikan yaitu : Pra sekolah 3 tahun ke atas, sekolah dasar 5-6 tahun dengan usia masuk SD 6 tahun, dan pendidikan sekolah menengah tingkat pertama 3 tahun dan tingkat atas 5 tahun. Selain pendidikan formal dicina juga berkembang pendidikan non formal yang berupa pendidikan orang dewasa yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat yang pada gilirannya diharapkan dapat member sumbangsi dalam pengembangan ekonomi penduduk. Selain itu dicina juga dikembangkan pendidikan literasi guna pemberantasan buta hurup (aksara). 
Sistem pendidikan cina adalah bersifat transentralisasi, artinya mulai dari level pusat, provinsi, kodiya, kabupaten dan termasuk daerah-daerah otonomi setingkat kodiya. Adapaun yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan adalah komite pendidikan Negara (state education commission) yaitu organisasi professional pemerintah dalam bidang pembangunan pendidikan. Untuk biaya pendidikan tersediapada pemerintah pusat dan daerah dengan distribusi, alokasi dari daerah khusus untuk pendidikan yang dikelolah oleh daerah sedangkan dana pusat untuk lembaga pendidikan yang berada di kementrian-kementrian. Kurikulum dirumuskan oleh komisi pendidikan Negara yang sangat fleksibel serta bervariasi atas dasar kemampuan dan karakteristik wilayah, kota dan desa dan memberikan keleluasan bagi daerah untuk menambahkan kurikulum local. Dengan acuan sebagai berikut : SD memuat 10 mata pelajaran yang berbeda antara kota dan desa. Untuk SD pedesaan misalnya : memuat mata pelajaran pertanian selain mata pelajaran inti, moral, matematika dan bahasa cina. Sedangkan untuk SD perkotaan diwajibkan mata pelajaran olah raga. Sedangkan untuk sekolah menengah pertama memberikan 13 mata pelajaran termasuk diantaranya: pendidikan Moral, politik, bahasa cina, bahasa asing dan matematika. Sedangkan untuk SMA di sesuaikan dengan keinginan siswa (disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, serta kondisi lembaga setempat). Sistem ujian dicina, untuk sekolah dasar dan menengah melaksanakan empat macam ujian yaitu ujian semester, ujian ujian tahunan, ujian akhir sekolah dan ujian masuk SMP, dan ujian-ujian ini hanya terbatas pada mata pelajaran bahasa cina dan matematika. Sedangkan ujian masuk SMA digabungkan dengan ujian akhir SMP. Untk masuk perguruan tinggi dilakukan ujian seleksi nasional dengan pemisahan antara sains dan ilmu social.
D. Pendidikan di Korea Selatan
Salah satu keputusan Dewan Nasional Republik Korea tahun 1948 adalah menyusun undang-undang pendidikan. Sehubungan dengan hal ini, maka tujuan pendidikan Korea Selatan adalah untuk menanamkan pada setiap orang rasa Identitas Nasional dan penghargaan terhadap kedaulatan Nasional, menyempurnakan kepribadian setiap warga Negara, mengemban cita-cita persaudaraan yang universal, mengembangkan kemampuan untuk hidup mandiri dan berbuat untuk Negara yang demokratis dan kemakmuran seluruh umat manusia, dan menanamkan sifat patriotisme. Secara umum system pendidikan di korea Selatan terdiri dari empat jenjang pendidikan formal yaitu : Sekolah dasar, Sekolah Menengah Tingkat Pertama, SLTA dan pendidikan tinggi. Keempat jenjang pendidikan ini adalah: grade 1-6 (SD), grade 7-9 (SLTP), 10-12 (SLTA), dan grade 13-16 (pendidikan tinggi/program S1), serta program pasca sarjana (S2/S3). Visualisasi grade pendidikan yang dimaksud adalah: a. Sekolah dasar merupakan pendidikan wajib selama 6 tahun bagi anak usia 6 dan 11 tahun, dengan jumlah lulusan SD mencapai 99,8%, dan putus sekolah SD 0,2%. b. SMP merupakan kelanjutan SD bagi anak usia 12-14 tahun, selama 3 tahun pendidikan. c. Kemudian melanjutkan ke SLTA pada grade 10-11 dan 12, dengan dua pilihan yaitu: umum dan sekolah kejuruan. Sekolah kejuruan meliputi pertanian, perdagangan, perikanan dan teknik. Selain itu ada sekolah komperhensif yang merupakan gabungan antara sekolah umum dan sekolah kejuruan, yang merupakan bekal untuk melanjutkan ke akademik (yunior college) atau universitas (senior college). d. Pendidikan tinggi/akademik (yunior college) atau universitas program S1 (senior college), pada grade 13-16, dan selanjutnya ke program pasca sarjana (graduate school) gelar master/doktor.
Kekuasaan dan kewenangan dilimpahkan kepada menteri pendidikan. Di daerah terdapat dewan pendidikan. Pada setiap provinsi dan daerah khusus (seul dan busam) masing-masing dewan pendidikan terdiri dari tujuh orang anggota dan dipilih oleh daerah otonom. Anggaran pendidikan korea selatan berasal dari angarn Negara, dengan total anggaran 18, 9 % dari anggaran Negara. Pada tahun 1995 ada kebijakan wajib belajar 9 tahun , sehingga forsi anggaran terbesar diperunttukkan program tersebut. Adapun sumber pendidikan dari pajak pendidikan, keuangan pendidikan daerah, dunia industry khusus bagi pendidikan kejuruan. Reformasi kurikulum pendidikan di korea dilaksanakan sejak tahun 1970 dengan mengkoordinasikan pembelajaran teknik dalam kelas dan pemanfaatan teknologi, adapun yg dikerjakan oleh guru meliputi lima langkah yaitu : perencanaan pengajaran, diagnosis murid, membimbing siswa belajar dengan berbagai program, tes dan menilai hasil belajar. Disekolah tingkat menengah tidak diadakan tes masuk hal ini dikarenakan ada kebijakan equel accesbility atau kesekolah menengah di daerahnya. 
KESIMPULAN
Jadi pendidikan sebagai sistem adalah seluruh komponen yang ada dalam pendidikan yang dapat bekerja sama dalam mencapai tujuan pendidikan pendidikan nasional, yang dalam implementasinya dapat dilihat dari aspek-aspek sistem yaitu input-proses-output, dan hasil akhir dari output dapat memberikan umpan balik terhadap input dan proses sehingga dapat diketahui hasil akhir tujuan pendidikan.
Dari hasil pembahasan di atas pendidikan di Indonesia dijalankan secara sentralistik di mana semua urusan kependidikan diatur oleh pemerintah pusat dan berlaku untuk semua sekolah di seluruh pelosok tanah air. Sedangkan negara-negara seperti Malaysia, Cina, dan Korea Selatan sistem manajemennya bersifat gabungan antara desentralisasi dan sentralistik. Kependidikan masing-masing negara disusun oleh kementrian pendidikan, selanjutnya sekolah diberikan kewenangan untuk menyusun kurikulum/menambah kurikulum lokal sesuai dengan kondisi wilayah masing-masing dan permintaan siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Armansyah Putra. 2017. Membandingkan Kurikulum 7 Negara
Dwi Siswoyo, dkk. 2013. Ilmu Pendidikan.Yogyakarta: UnyPress.
Munirah. 2015. Sistem Pendidikan di Indonesia. 234-236.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel